Friday, March 23, 2012

Menata Ulang Festival

Arief Junianto
http://www.surabayapost.co.id/

Puluhan festival seni di Surabaya terjadi hampir setiap tahun. Namun tahun ini terjadi kekosongan penyelenggaraan. Sebaiknya penyelenggaraan festival perlu ditata ulang.
Dalam setahun, bisa dipastikan Surabaya digelontor oleh berbagai festival. Yang terpenting bisa disebut, Festival Seni Surabaya, Festival Cak Durasim, Surabaya Full Music, Festival Teater Pelajar, Bienalle Seni Rupa Jawa Timur (dua tahunan). Selain itu ada berbagai festival yang bersekala kecil dan berorientasi pada produk budaya tertentu, seperti festival ludruk, festival remo, festival teater remaja, festival puisi, dll. Festival yang disebut terakhir hadir secara fluktuatif (baca : tidak tentu).

Namun kehadirannya tetap memberikan bagian penting dari orientasi para seniman Surabaya, untuk mengolah iklim kesenian yang kondusif. Namun seiring dengan perubahan politik di pemerintahan di Jawa Timur, beberapa festival di atas tidak bisa terselenggara. Atau bisa dikatakan pada tahun ini gelaran festival seni tidak ada.

Senyampang ada kekosongan, memang ada baiknya ada reorientasi pemikiran mengenai penyelenggaraan festival. Demikian disarankan Tjahjono Widarmanto, penyair dari Ngawi, dalam satu artikelnya. Menurut Tjahjono, titik penting festival itu, sebenarnya, pada orientasi membangun peradaban kota yang lebih modern. Festival di Surabaya, sudah selayaknya tidak hanya memandang kwantitasnya saja, tetapi kemana festival itu akan dibawa, dan berorientasi pada kepentingan apa festival itu diadakan.

Sementara itu, Djuli Djatiprambudi, kurator seni rupa berpendapat, bagi masyarakat kota yang hiterogen bahkan memiliki kompleksitas problem khas masyarakat kota, festival seni (apapun) harus menyentuh aspek kepentingan bersama (tidak hanya masyarakat seniman saja) tetapi, bisa menyentuh seluruh golongan.”Sehingga festival (apapun) yang diadakan di Surabaya, ‘mampu’ memberikan jawaban atas segala problem yang terjadi di Surabaya,” katanya.

Sebuah festival tidak hanya dimaknai sebuah even yang menciptakan sebuah regenerasi, pengorbitan, dan penyiapan bibit baru. Tetapi, pada perkembangannya, festival lebih merupakan sebuah ajang yang mengarah pada pertaruhan nama besar dan potensi.

Sebagai contoh, di tahun 1996, FSS mampu menyita perhatian pecinta seni hingga wilayah Asia Tenggara. Inilah yang kemudian membuat even ini dianggap merupakan salah satu even kesenian terbesar di Surabaya, bahkan di Indonesia, karena mampu bertahan lebih dari 10 tahun.

Kesuksesan FSS tersebut ternyata berdampak pada iklim festival di Surabaya. Diakui oleh Kadaruslan, selaku ketua dari Yayasan Seni Surabaya, tidak bisa dipungkiri, kesuksesan FSS kemudian memunculkan banyak even-even serupa, seperti Festival Cak Durasim (FCD), Surabaya Full Musik (SFM), Festival Teater Remaja (FTR), dan beberapa festival seni lainnya, baik yang bersifat tradisional maupun modern. Belum lagi festival-festival lain yang berada di luar wilayah seni, seperti Surabaya Shopping Festival (SSF), dan Festival Rujak. Uleg. ”Terlepas dari gagal atau berhasil, tapi ide FSS itu sendiri melatar belakangi munculnya even-even lainnya yang serupa dengan FSS,” akunya.

Even lain seperti Festival Cak Durasim, yang biasa digelar di kompleks gedung Cak Durasim, tersebut juga merupakan salah satu agenda andalan Surabaya. Dalam even ini, serupa Festival Seni Surabaya, FCD juga menampilkan aneka seni pertunjukan, seperti teater, tari, dan musik. Hanya saja bedanya, even in tidak semata-mata menggunakan artis atau seniman yang tengah ‘naik daun’, namun beberapa seniman muda juga diundang untuk tampil.

Selain itu, even lain seperti FTR yang selain memang menampilkan penampilan kelompok teater remaja, juga memang memiliki target menemukan bibit baru teater, serta tentu saja memasyarakatkan teater remaja.

Berbeda lagi dengan beberapa even festival yang berada di luar wilayah seni, seperti SSF, dan Festival Rujak Uleg. Dari segi materi dan konsep, tentu saja, festival yang ini berbeda dengan festival yang berada di wilayah seni.

Meskipun demikian, festival yang ini juga tidak menampilkan sesuatu yang remeh temeh, artinya sesuatu yang tidak memiliki kelebihan yang menonjol dibanding lainnya. SSF misalnya, dengan adanya SSF, setiap gerai akan berlomba memajang barangnya yang berkualitas. Begitu pula dengan festival rujak uleg.

Demikian juga dengan FSS, even yang digelar setiap tahun ini juga memang tidak untuk pemula. Artinya nama-nama seniman muda tidak masuk sebagai pengisi acara. Sebaliknya nama-nama yang sudah lebih popular dipilih menjadi pengisi acaranya. Akan tetapi, permasalahan yang kemudian muncul adalah makna popularitas itu sendiri.

Bagi Syaiful Hajar, seorang seniman senior yang kerap mengikuti even-even pameran berskala nasional, pada sebuah festival yang dipertaruhkan tidak hanya nama dan popularitas, namun lebih dari itu, dalam festival, aspek kualitaslah yang harusnya paling dipertaruhkan. Baginya kualitas ini memang menjadi kata kunci dalam sebuah even festival.

Diceritakannya, selama mengikuti even-even seperti Biennale, dirinya mengaku, even-even yang dikelola dengan baik, dipersiapkan dengan matang, dikonsep dengan jelas, maka hasilnya pun akan positif. Dikatakannya, setidaknya bisa dijadikan rujukan untuk even selanjutnya. Selain itu, sebuah acara yang jelas berkualitas, akan berdampak pada kesejahteraan senimannya sendiri.”Biennale Jatim sendiri contohnya, seharusnya bisa dijadikan rujukan bagi curator yang berada di luar Jatim,” terangnya.

Sedangkan Ivan Hariyanto, seorang perupa Surabaya yang juga sering mengikuti even bertaraf nasional dan internasional berpendapat, even-even festival pada dasarnya memiliki tujuan bagus, yakni sebagai sosialisasi kota tempat pelaksanaannya pada masyarakat luas akan potensi dan kelebihannya.

Ditambahkannya, even-even yang memiliki tujuan positif tersebut hendaknya tuidak dipersempit dengan memunculkan dikotomi-dikotomi. Dikotomi yang dimaksudkannya adalah pengkotakan senior-junior dalam ruang lingkup kesenian. Baginya even festival harusnya menjadi ajang pertarungan kualitas, bukan sekadar popularitas.”Kualitas dan pengalaman lah yang akan bicara,” ujarnya.

0 comments:

Post a Comment

◄ New Post Old Post ►
 

Copyright 2012 Forum TJK Indonesia: Menata Ulang Festival Template by Bamz | Publish on Bamz Templates