Monday, March 26, 2012

"Kartini Gugat" Saingi Borobudur Live in Concert

http://www.suaramerdeka.com/

BOROBUDUR-Kartini Gugat, sebuah kolaborasi aktivis perempuan, seniman, dan komunitas gunung yang diselenggarakan di Studio Mendut, Kabupaten Magelang, Sabtu malam (23/2), memang digelar sebagai tandingan dari ''Borobudur Live in Concert'', yang juga digelar pada malam yang sama di salah satu tempat keajaiban dunia tersebut.

''Tiket konser seharga Rp 500 ribu, tentunya hanya bisa dibeli kalangan elit saja. Bagi masyarakat sekitar yang kebanyakan petani dan pedagang, mungkin uang sejumlah itu setara dengan pendapatan sebulan,'' kata Lusi, Koordinator LSM Sahabat Perempuan, salah satu penyelenggara Kartini Gugat, yang mengaku untuk penyelenggaraan kegiatan itu hanya menghabiskan dana Rp 500 ribu.

Tidak demikian dengan Sutanto, pemilik Studio Mendut. ''Tidak mungkin kami bisa menyaingi 'Borobudur Live in Concert'. Mereka memiliki uang, tapi kami memiliki roh kesenian. Di sini kami mendidik masyarakat agar mencintai kesenian,'' tuturnya.

Penyelenggaraan Kartini Gugat yang juga melibatkan Yayasan Tjuk Nyak Doen dan Komunitas Gejayan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, disaksikan ratusan orang yang memadati halaman belakang Studio Mendut. Yang hadir menyaksikan dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk wisatawan mancanegara..

Tak heran bila anak-anak kecil menjadi batuk-batuk, akibat menghirup bau rokok klembak menyan yang sangat menyengat. Itu bukti bahwa seni yang ditampilkan di Studi Mendut untuk semua penonton, tanpa memandang status sosial.

Sutanto yang lebih dikenal dengan nama Tanto Mendut juga membuka pintu lebar-lebar bagi pedagang makanan dan minuman untuk berjualan. Tidak hanya di pingir jalan, tapi juga di arena pertunjukan. Tampak ikut menyaksikan ''Kartini Gugat'', budayawan kondang asal Semarang Darmanto Yatman.

''Saya ada tiket untuk nonton 'Borobudur Live in Concert', lagi pula belum pernah nonton dengan harga tiket Rp 500 ribu. Sebenarnya enak di sana, tapi sudah kalah janji sama Tanto,'' tuturnya.

Sesuai dengan tema pertunjukan Kartini Gugat, maka pagelaran itu lebih banyak didominasi wanita, maupun laki-laki yang berpakaian wanita. Diawali dengan tampilnya Leon De Lourenso, dosen dari Victoria University New Zealand yang mempertunjukkan tarian kontemporer dikolaborasi dengan air dan gamelan.

Dia melepas kaos dan celana panjangnya, sehingga hanya memakai celana dalam. Kemudian masuk ke dalam plastik yang ditarik panjang ke atas, lalu menggerakkan tubuhnya mengikuti alunan gamelan. Pada akhirnya, Leon memercikan air yang terdapat dalam plastik. ''Kalau biasanya wanita yang dieksploatasi, sekarang giliran laki-laki,'' ungkap Darmanto Yatman.

Berikutnya, Mbah Dargo seniman asal Warangan, Kecamatan Pakis, yang sudah berusia 78 tahun, tampil membawakan tembang mijil ''Dudu Sigaraning Nyawa'' (perempuan bukan belahan jiwa). Dia tampil dengan mengenakan pakaian wanita. Dilanjutkan dengan testimoni perempuan korban kekerasan oleh para survivor LSM Sahabat Perempuan, dilanjutkan teater pekerja rumah tangga dari Yayasan Tjuk Nyak Dien, Yogyakarta.

Penyair, cerpenis dan redaktur budaya harian Suara Merdeka, Triyanto Triwikromo juga tampil membacakan puisi parodi iklan, yang mengeksploitasi perempuan. Dosen tari Universitas Negeri Yogyakarta dan Waskito dosen tari Sekolah Tinggi Wilwotikto Surabaya menampilkan musik dan tari kontemporer ''Alam Garbo Wanodya'' (alam vagina perempuan), serta tampilnya berbagai kesenian lainnya.

(P60-69) /24 April 2005

0 comments:

Post a Comment

◄ New Post Old Post ►