Wednesday, May 26, 2010

Demokrasi dan Kemanusiaan Untuk Rakyat Thailand

Sejak bulan Maret lalu, Front Persatuan untuk Demokrasi melawan Kediktatoran (UDD) atau lebih dikenal dengan Kaus Merah, telah kembali melakukan demonstrasi besar-besaran melawan Pemerintahan Abhisit. Pemerintahan yang berkuasa bukan dari pemilihan demokratis namun bentukan militer dan direstui oleh Monarki. Tuntutan utama mereka adalah agar PM Abhisit mundur dan mengadakan pemilihan umum yang demokratis. Setelah beberapa kali mendapatkan ancaman pembubaran dengan paksa. Sejak hari Jumat kemarin, Abhisit menggunakan pasukan bersenjata lengkap untuk membubarkan Kaus Merah dengan kekerasan. Zona Peluru Tajam dibuat oleh militer untuk melegalkan kekerasan yang mereka lakukan. Pertarungan tidak imbang berlangsung di jalan-jalan kota Bangkok, pusat demonstrasi Kaus Merah.

Represi militer di Thailand telah mengorbankan nyawa puluhan orang dan mencederai ratusan lainnya, akibat ditembak peluru tajam atau bentuk kekerasan lain. Kekerasan sistematis oleh negara terhadap rakyat sipil, dalam bentuk apapun, tidak dapat dibenarkan. Apalagi alasan bagi kekejaman tersebut hanya untuk mempertahankan sebuah rejim yang tidak demokratis hasil kudeta militer. Oleh karena itu komunitas internasional tak bisa tinggal diam seperti sekarang.


Kami mengecam keras pemerintah Republik Indonesia yang tidak mengambil sikap tegas, ataupun mengambil inisiatif internasional untuk menyikapi situasi Thailand. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih sempat menerima kunjungan Menlu Kasit Piromya, salah satu tangan kanan Abhisit Vejjajiva, pada 29 April 2010 lalu. Penerimaan tanpa kritik tersebut menunjukkan posisi pemerintah Indonesia yang melakukan pembiaran (atau diam-diam mendukung) pembunuhan terhadap rakyat Thailand. Kami mengecam keras diamnya lembaga-lembaga regional dan internasional (PBB dan ASEAN) terhadap persoalan ini.


Persoalan di Thailand bukan semata konflik antar dua orang elit (Thaksin Sinawatra dan Abhisit Vejjajiva) sehingga sebagian kalangan meletakkannya sebagai persoalan dalam negeri Thailand. Di sini jutaan rakyat Thailand telah menyatakan sikapnya secara terbuka, yaitu kehendak yang kuat untuk memperjuangkan hak-hak demokratiknya. Kehendak ini telah diperjuangkan secara heroik dengan mempertaruhkan jiwa dan raga. Dengan pengalaman yang diperoleh dari aksi politik akhir-akhir ini, massa kaos merah telah menunjukan bahwa mereka menjadi pendukung demokrasi dan keadilan sosial; sebagai gagasan dan praktik universal hasil peradaban manusia. Represi militer besar-besaran tidak akan menyelesaikan persoalan, dan justru menciptakan konflik sosial yang berkepanjangan.

Memperhatikan situasi-situasi tersebut di atas, kami nyatakan sikap dan tuntutan sebagai berikut:


1. Kepada komunitas internasional agar segera mengambil langkah-langkah tegas untuk menghentikan kekerasan militer terhadap rakyat Thailand.

2. Stop pemasokan senjata kepada tentara Thailand.

3. Menekan penguasa Thailand untuk menghentikan kekerasan dan memulihkan demokrasi, dengan langkah kongkrit percepatan pemilihan umum.

4. Menuntut pertanggungjawaban Raja Thailand atas kekerasan yang dilakukan oleh Rejim Abhisit Vejjajiva. Rejim yang berkuasa atas restu dari Raja Thailand.

5. Mengutuk bangkitnya militerisme dan aksi-aksi represif militer yang berkembang di kawasan Asia Tenggara.

6. Mengecam pembiaran yang dilakukan oleh ASEAN, PBB dan Pemerintahan SBY-Budiono

7. Menuntut tanggung jawab Komisi HAM ASEAN agar bersikap atas pelanggaran HAM berat yang terjadi di Thailand.


Demikian pernyataan ini kami buat sebagai seruan kepada gerakan rakyat di Indonesia untuk membangun solidaritas kepada rakyat Thailand. Rakyat Thailand yang berjuang membebaskan diri dari penindasan militer dan Rejim Abhisit.



Jakarta, 25 Mei 2010




Solidaritas Aksi Demokrasi dan Kemanusiaan untuk Rakyat Thailand


Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP)
Partai Rakyat Demokratik (PRD)
Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Konfederasi KASBI)
Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI)
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND)
Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI)
Konfederasi Sindikalis Nusantara (KSN)
Komite Mahasiswa Universitas Indonesia (KM-UI)

Saturday, May 22, 2010

Pernyataan Sikap EN-LMND

Hentikan Kriminalisasi Perjuangan Rakyat
Dan
Bebaskan Tanpa Syarat Aktivis 8 LMND, PRD, LSM Kokait dan Warga di Buol ; 14 LMND, PRD, SRMI dan Warga di Buton

Harapan rakyat akan terwujudnya kesejahteraan yang selama ini dinantikan dari pemerintahan ternyata jauh dari panggang api. Kekayaan alam yang terkandung dalam perut bumi, seharusnya dapat menjadi syarat untuk kehidupan yang lebih baik justru menciptakan hilangnya kedaulatan rakyat, kerusakan ekonomi dan ekologi. Tujuan dan cita-cita nasional dari bangsa Indonesia yang tercamtum dalam Pembukaan UUD 1945 telah dilanggar oleh para pemimpin di negeri ini.

Keadaan itulah yang membuat rakyat akhirnya memilih jalannya sendiri dalam memperjuangkan hak dasarnya atas kekayaan alam yang berada diwilayah tempat tinggalnya dihadapan penguasa yang tak lagi memihak kepada kepentingan mayoritas rakyat di 5 Desa (Desa Wulu, Desa Talaga I, Desa Talaga II, Desa Talaga Besar dan Desa Kokoe), Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.

Pada tahun 2009, sebelum melakukan operasi perusahaannya, telah membuat kesepakatan bersama antara pihak Pemda Buton, PT Agro Moniri Indah (PT.AMI) dan Rakyat 5 Desa. Dalam kesepakatan bersama tersebut, PT AMI akan memberikan ganti rugi atas lahan sebesar Rp 7.000/ meter dan Rp. 500.000/ pohon yang berada dalam wilayah operasi PT AMI. Namun, dalam perjalanannya kesepakatan itu dirubah sepihak oleh Pemda Buton dengan mengganti ganti rugi tsb dengan beras raskin dan pembebasan retribusi lahan selama setahun. Atas dasar inilah, rakyat 5 Desa tsb kemudian mempertanyakan kepada Pemda Buton melalui wadah Komite Perjuangan Rakyat (KOMPAK-Talaga Raya) bersama dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), dan Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI).

Setelah beberapa kali melakukan upaya protes secara damai atas pelanggaran kesepakatan tsb diatas, Pemda Buton justru menuding Rakyat 5 Desa tsb sebagai penghuni illegal yang masuk dalam areal Hutan Produksi Terbatas (HPT). Padahal warga sudah tinggal disana sejak 1970-an dan selalu ditolak saat melakukan sertifikasi tanahnya. Namun apa yang diperoleh oleh Rakyat 5 Desa yang tergabung dalam KOMPAK-Telaga Raya justru penangkapan oleh aparat Kepolisian Resort Buton terhadap 14 aktifis dan rakyat dari 5 Desa pada 15 Mei 2010.

Kejadian serupa juga terjadi di Kabupaten Buol pada tanggal 15 Mei 2010, Sulawesi Tengah. Merebaknya perilaku KKN di yang dilakukan oleh Bupati Amran Batalipu ditengah makin turunnya tingkat kesejahteraan rakyat, telah memaksa rakyat yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Buol Bersatu/ AKBAR (FORBES, YDI Buol, PPMIB-Palu, Eskot LMND Buol, SRMI Buol, PPMIB-Gorontalo, SMP Palu, KAMB-Gorontalo, KOKAIT, HMJ-FKSM STISIP Buol, FKPD Bunobogu, GEMPA, FPA GMM WALLACEA Buol) memilih melakukan demonstrasi sebagai bentuk penyaluran aspirasinya yang diakui oleh UU oleh karena aparat penegak hukum dinilai lamban menindak tegas kasus-kasus yang terjadi.

Setali tiga uang, Rakyat di Buol, Sulawesi Tengah yang tergabung dalam AKBAR justru diperhadapkan dengan para preman bayaran bersenjata dari Bupati Amran Batalipu yang telah disiap dalam menghadapi aksi demonstrasi. Yang sangat disayangkan adalah sikap dari Aparat Kepolisian Resort Buol, yang justru membiarkan tindakan premanisme tersebut pada saat demostrasi berjalan dan melakukan penangkapan terhadap 7 aktivis dan rakyat Buol yang tergabung dalam AKBAR.

Atas tindakan sewenang-wenang tersebut, kami dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi menyatakan sikap :
1. Penangkapan terhadap aktivis dan rakyat yang berjuang mempertahankan haknya di Kabupaten Buton-Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Buol-Sulawesi Tengah, merupakan bentuk kriminalisasi terhadap perjuangan rakyat. Tindakan ini bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 dan Pasal 1 ayat (1) UU No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat. Sehingga Kepolisian Republik Indonesia harus segera melakukan tindakan tegas terhadap bawahannya yang melakukan penyalahgunaan wewenangnya dalam melindungi pihak yang melanggar hukum.
2. Pihak pemerintaha daerah, baik di Buton dan Buol, telah menjadi sarang praktik korupsi dan penyalah-gunaaan kekuasaan. Kami menuntut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harus segera melakukan investigasi di kedua daerah tersebut.

Demikian pernyataan sikap ini kami buat.

Jakarta, 19 Mei 2010


Eksekutif Nasional
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi
(EN-LMND)



Lalu Hilman Afriandi
Ketua Umum


Agus Priyanto
Pjs. Sekretaris Jenderal

Monday, May 3, 2010

Statemen Politik Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Menyambut Hari Pendidikan Nasional

"Kami menaruh harapan besar dengan putusan MK tersebut tidak akan ada lagi anak putus sekolah dan jalan menuju terwujudnya kemandirian serta kedaulatan nasional menjadi terang di masa depan," Ketua Umum Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND), Lalu Hilman Afriadi di Rakyat Merdeka Online, Kamis (1/4).Pada 31 maret 2010 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan UU nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Untuk itu, Keluarga Besar Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi mengucapkan terima kasih kepada para Tokoh, Organisasi Mahasiswa dan Rakyat serta Penyelenggara Pendidikan, khususnya Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI).
Namun, pada hari Pendidikan Nasional hari ini, yang juga merupakan hari kelahiran tokoh pendidikan nasional kita, Ki Hajar Dewantra, buah kecil hasil perjuangan ini masih terhambat oleh pemerintahan SBY-Budiono. Presiden SBY, melalui Mendiknas Muhammad Nuh, masih enggan untuk melaksanakan putusan MK tersebut. Sebagai ganti UU BHP yang telah dibatalkan, pemerintah kembali menggagas Perppu UU BHP. Bagi kami, ini merupakan langkah politik SBY untuk melestarikan neoliberalisme di sektor pendidikan, serta menjadi penghambat terwujudnya cita-cita nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Padahal, sebelum UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) ditetapkan, wajah pendidikan di Indonesia sudah cukup memprihatinkan.Menurut data Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007/2008, setiap tahunnya sekitar 1,5 juta remaja Indonesia putus sekolah atau tidak dapat melanjutkan sekolah. Itu artinya, setiap satu menit ada empat remaja (13-18 tahun) yang mengalami putus sekolah. Sebelumnya, Menurut data resmi yang dihimpun dari 33 Kantor Komnas Perlindungan Anak (PA) di 33 provinsi, jumlah anak putus sekolah pada tahun 2007 sudah mencapai 11,7 juta jiwa.
Disisi lain, sejak dikeluarkannya PP No. 60 dan 61 51, 51, 51);">Tahun 1999 tentang BHMN, gelombang swastanisasi mulai merambah kampus. Pada tahun 1999 di perkirakan kenaikan biaya kuliah dari 300 hingga 400%. Di Universitas Indonesia uang pangkal-Admission Fee (untuk peserta seleksi SPMB) sebesar Rp. 5 Juta hingga Rp 25 juta, sedangkan untuk program Prestasi Minat Mandiri (PPMM) Rp. 25 Juta-Rp75 Juta. Institut Tekhnology Bandung (ITB), Biaya Sumbangan dana Pengembangan Akademik -bisa mencapai 45 Juta. Itu belum termasuk biaya SPP dan kebutuhan lainnya. Universitas Gajah Mada (UGM) memberlakukan Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) yang besarnya bisa mencapai Rp. 20 Juta untuk jalur SPMB dan Non-SPMB. Dengan biaya pendidikan yang sebesar itu mustahil bisa diakses oleh mayoritas rakyat Indonesia yang oleh Bank Dunia dikatakan 49,5%-nya berpendapatan dibawah 2 USD perhari. Itu berarti ada 110 juta rakyat Indonesia yang hanya berpendapatan sekitar 500 ribu -600 ribu per-bulan. Sanggupkah mereka mengakses bangku Universitas?
Neoliberalisme di bidang pendidikan tidak terlepas dari persoalan umum bangsa kita; problem penjajahan baru yang memakai jubah neoliberalisme. Dampak neoliberal kian terasa pada fenomena kehancuran industri atau de-industrialisasi di dalam negeri. Ini berkontribusi pada lonjakan PHK dan memperpanjang barisan kaum penganggur. Dari data yang ada, jumlah lulusan sarjana yang menganggur telah melonjak drastis, dari 183.629 orang pada tahun 2006 menjadi 409.890 orang pada tahun 2007. Jika ditambah dengan pemegang gelar diploma I, II, dan III yang menganggur, berdasarkan pendataan tahun 2007, maka angkanya mencapai 740.000 orang.
Sebuah bangsa yang ingin survive dan berkembang terus, kata Bung Karno, kalau mereka memiliki human skill dan kemajuan teknik. Untuk itu, menurut Bung Karno, pendidikan harus ditempatkan sebagai kewajiban utama dan pertama-kali dalam pembangunan nasional. Jika mengacu pada fikiran Bung Karno, maka pendidikan harus diakses oleh seluruh rakyat dengan mudah. Sayang sekali, bahwa ide besar Bung Karno itu telah dikandaskan oleh kebijakan pemerintahan saat ini, yang telah melemparkan pendidikan pada mekanisme pasar.
Karena itu, kita tak dapat lagi menghindar dari persoalan-persoalan yang mengancam masa depan bangsa, seperti kemiskinan, pengangguran, dsb, tetapi harus mengambil peran paling maksimal dalam perjuangan untuk merebut kembali kedaulatan nasional (kedaulatan atas sumber daya, kedaulatan politik, dan kedaulatan budaya).
Untuk itu, dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional 2010 ini, kami menyatakan sebagai berikut :
1. Menolak Rencana Pemerintah untuk Membuat Peraturan baru (PP, UU dll) sebagai pengganti UU BHP; dan pembatalan seluruh produk hukum yang berbau neoliberalisme di bidang pendidikan.
2. Menuntut peran negara untuk terlibat aktif dalam membangun dan menyelenggarakan sistim pendidikan nasional.
3. Menuntut pemerintah untuk menaikkan anggaran untuk pendidikan dan proses-proses penelitian ilmiah.
4. Menuntut pemerintah untuk mengambil-alih kontrol terhadap sumber daya alam dan perusahaan vital untuk ditransfer pada program pendidikan gratis untuk rakyat.

Bangun Dewan Mahasiswa, Rebut Demokrasi Sejati
Eksekutif Nasional- Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN LMND)

Ketua Umum
Lalu Hilman Afriandi


Agus Priyanto
Pjs. Sekjend
◄ New Post Old Post ►
 

Copyright 2012 Forum TJK Indonesia: May 2010 Template by Bamz | Publish on Bamz Templates