Tuesday, March 29, 2011

Naskah Teater Anak: Mata Kucing

Mata Kucing
Karya: Rodli TL
http://sastra-indonesia.com/

Sinopsis
Adalah tentang permainan tardisi yang sering kali dimainkan anak-anak di pelataran pada malam bulan purnama. Awalnya mereka bermain dengan suka ria, namun kemudian salah satu dari mereka ada yang tidak sportif dalam permainan. Sasa lebih memilih tidur daripada mencari teman-temanya yang sedang bersembunyi ketika bermain petak umpet.

Mega, anak perempuan yang paling besar kemudian marah-marah dan mengajak meninggalkan Sasa yang tidur sendirian di pelataran.

Sasa mengigau, dan teman-temanya menganggap ia kesurupan karena ketakutan. Kemudian Uzan, dan Rio menyalahkan Mega. Uzan dan Rio tidak mau bertanggungjawab pada apa yang sedang terjadi pada Sasa. Mereka pun mulai bertengkar saling menyalahkan, lempar batu sembunyi tangan.

Sedang Kiki anak terkecil lebih suka bermain dari pada mempedulikan pertengkaran teman-temanya.

Setting:
Di pelataran rumah kampung pada malam bulan purnama

Tokoh:
1. Mega, anak perempuan yang paling besar. Sedikit terlihat jiwa kepemimpinannya. Pemikiranya agak mulai dewasa.
2. Sasa, anak perempuan yang suka membuat masalah. Seringkali tidak mau sportif dalam permainan.
3. Uzan, anak laki-laki yang sifatnya kadang egois. Ia tidak mau dipersalahkan.
4. Rio, anak laki-laki yang tidak punya pendirian. Selalu ikut apa kata Uzan.
5. Kiki, anak perempuan terkecil yang masih lugu.
***

Anak-anak bermain di pelataran. Mereka bermain “Pung-Pung Balung” kemudian menyusun semua telapak tangan. Masing-masing menggengem tiap jari jempol milik temannya dengan bernyanyi “Pung-Pung Balung”

pung pung balung
bumi merak bumi mancung
mekaro ndok sepiti pyar

Telapak tangan yang paling bawah terbuka di setiap akhir nyanyian. Kemudian mereka melanjutkan nyanyiannya dengan nyanyian “Yek Uyek Ranti”, sambil mengunyek punggung tangan, mereka bernyanyi

Yek-uyek ranti
Ono bebek pinggir kali
Nothol pari sak uli
Ditangisi mrebes mili
Serontang seranting
Ono bajing nyolong gunting
Guntinge mbok petoro
Uleno nang ngabean
Golekno payung abang
Abang-bang seronce
Sedelek ceplis

Pada setiap akhir lagu, salah satu anak mengangkat setiap telapak tangan ke kepala pemiliknya. Dan pada akhirnya masing-masing mengangkat kedua tangan, seakan memanggul keranjang di atas kepala. Salah satu diantara mereka kemudian menanyakan isi keranjang tersebut.

1. Mega: Kalian semua sedang membawa apa?
2. Anak-Anak: Membawa keranjang berisi hewan
3. Mega: Coba turunkan, saya ingin tahu

Anak-anak menurunkan isi keranjang sambil bersuara seakan suara hewan yang ada dalam keranjang. Lalu mereka memainkan menjadi hewan. Kemudian mereka adu kekuatan dengan suara-suara.

4. Uzan : (bersuara menjadi kambing)
5. Kiki : (bersuara menjadi burung)
6. Sasa : (bersuara menjadi kucing)
7. Rio : (bersuara menjadi ayam)
8. Mega : (bersuara menjadi tikus)

Suara hewan-hewan bersahutan seakan di margasatwa. Suaranya menjadi nyanyian. Kadang-kadang merdu. Kadang-kadang menakutkan.

“embek-embek cicit-cuit cicit-cuit meong-meong pethok-pethok cit-cit uwiing”

9. Uzan: Aku berbadan besar. Akulah kambing, merumput pada pematang sawah

10. Kiki : Aku si kecil tapi cantik. Aku terbang, dan hinggap pada pepohonan

11. Sasa : Akulah si manis. namun bertaring. Aku suka makan daging

12. Rio : Akulah si ayam. Suka memakan biji-bijian
13. Mega : Aku si tikus. tapi aku adalah si tikus putih yang cantik dan tidak menjijikkan
14. Heni : Akulah si nyamuk, centil, dan suka menggigit mereka yang malas bersih-bersih
Mereka berlari sambil meneriakkan tentang binatang yang dianggap mengganggu hidupnya.
Burung hinggap dan mematuk-matuk tubuh kambing

15. Fauzan : Aduh, tubuhku sakit. Tubuhku dipathok burung
Tikus mengejar burung

16. Kiki : Takut, aku dikejar-kejar tikus
Kambing menyeruduk kucing

17. Sasa : Waduh bahaya, ada si kambing bertanduk. Ia suka Menyeruduk
Tikus merebut makanan ayam

18. Rio : Dasar si tikus. Selalu saja menggangguku. Ia merebut Makananku
Nyamuk merasa aman. Ia leluasa terbang kesana-kemari

19. Heni : Uwiing, nyamuk tidak takut apapun, karena hidupnya nyamuk pada malam gelap-gulita, nyamuk juga tidak takut pada hantu, uwiiing…

Anak-anak berlarian, mereka seakan dikejar puluhan nyamuk

20. Anak-anak : (bernyanyi)

Banyak nyamuk digigit sakit
Aduh aduh, nyamuknya nakal

Anak-anak berlarian sambil mengibas tangannya, mereka terus bernyanyi sambil melakukan gerakan tari. Lama-lama mereka kelihatan lelah. Pelan-pelan tertidur.

21. Heni : Wah, mereka kok tidur semua ya, kalau begitu nyamuk juga mau tidur. Nyamuknya ngantuk. Nyamuknya tidur, uwiiiing…

Semua tertidur pulas, dengkuran mereka bersahut-sahutan.
Tak lama kemudian Sasa yang memerankan sebagai kucing bangun. Bergerak mengaum.

22. Sasa : Meong, meooong…..

Mega yang menjadi tikus itu bangun dengan ketakutan. Layaknya seekor tikus yang mau diterkam oleh seekor kucing

23. Mega : Mata kucing, mata kucing itu seakan mau menerkamku.

Satu persatu anak-anak terjaga dari tidurnya dengan rasa takut. Pelan-pelan mereka berkumpul bergerak menjauhi si kucing. Mereka bergerak dengan nyanyian.

“mata kucing, mata kucing, seakan menerkamku”

24. Mega : Ayo kita bersembunyi!
25. Anak-anak : Ayo….

Sambil menyuarakan suara binatang, anak-anak bersembunyi, sedang Sasa harus menutup matannya sambil bernyanyi meminta bantuan setan gundul untuk menemukan persembunyian teman-temannya.

26. Sasa : (bernyanyi)

Setan gundul temokno koncoku,
Sing gak koen temokno tak uyoi ndasmu

27. Kiki : Belum (belum menemukan tempat persembunyian)
28. Rio : Aku juga belum, aku masih mencari tempat persembunyian

29. Mega : Cuit
30. Uzan : Cuit

Sasa terus bernyanyi sedang teman-teman lain bercicit-cuit, seperti memainkan musik iringi nyanyian Sasa.

Anak-anak yang bersembunyi terus bercicit-cuit untuk mengeco Sasa. Sedang Sasa bergerak kebingungan sampai ia ketiduran. Suara cicit-cuit terus mencericit. Lama kemudian Sasa berhenti mencari dan kembali tidur.

31. Mega : Sssst, sepertinya ada yang tidak beres.
32. Uzan : Kenapa Mega?
33. Mega : Coba kamu lihat Sasa, si anak kentongan itu. Dia pura-pura tidur, dia tidak mau mencari kita.

34. Kiki : Hi Sasa, tidak boleh nakalan begitu!
35. Rio : Iya, tidak boleh cepat menyerah. kalau nakalan seperti itu permaianan kita tidak seru.

36. Mega : Aku punya ide.
37. Heni : Ide apa itu?
38. Mega : Anak yang nakal, yang tidak sportif dalam permainan kita nakali juga.

39. Uzan : Maksud Mega?
40. Mega : Kita tinggal saja dia, biar dia tidur di sini sendirian, biar digondol setan gundul.

41. Rio : Ya, aku setuju.

Anak-anak mulai meninggalkan arena permainan dengan melantunkan tembang dolanannya.

Setan gundul gondolen Sasa
Setan gundul gondolen Sasa

42. Uzan : Stop, sepertinya kali ini Sasa tidak pura-pura tidur. ia benar-benar tertidur.

43. Kiki : Ya, Sasa kan biasanya penakut. Tapi hari ini dia tidak takut.

44. Rio : Pasti dia tidur sungguhan. Andaikata ia tidur-tiduran, ia pasti bangun dan mengejar kita. Ia pasti takut sendirian.

45. Kiki : Kita klitiki aja dia, pasti ketahuan, apakah dia benar-benar tidur Atau pura-pura!

Mereka berempat jalan mengendap-endap sambil membawa setangkai sapu lidi. Mereka gunakan untuk mengkelitiki telingah Sasa. Sasa terbangun, tapi ia seperti orang yang sedang ngigau. Ia duduk, berdiri dan berjalan sambil mulutnya nggedumbel.

Setan gundul, temokno koncoku
Sing gak koen temokno tak uyoi ndasmu.

Sasa terus berjalan dengan mengucapkan beberapa kalimat setan gundul tersebut.

46. Rio : Wah bahaya, dia kerasukan setan
47. Mega : Maksud kamu keserupan?
48. Kiki : (Menangis karena ketakutan) Sasa kesurupan ya? Mae, mae, aku takut…

Sasa kemudian kembali lagi ke tempat semula dan terus bergumam memanggil-manggil setan gundul.

49. Uzan : Mega, bagaimana ini semua tejadi? Ini semua gara-gara kamu.

50. Rio : Ya, ini gara-gara kamu. Sasa kesurupan dan kiki menangis ketakutan

51. Mega : Apa, gara-gara aku. ini salah Sasa sendiri. Enak-enak main kok dia malah tidur.

52. Uzan : Tapi kenapa kamu ajak kita untuk meninggalkan dia tidur sendiri di sini?

53. Mega : Biar dia kapok. Lagian dia gak sportif. Waktunya jadi dia malah tiduran. Tidak mau mencari. Apa kemudian kita biarkan saja dia, sambil kita menunggu digigiti nyamuk.

54. Rio : Pokoknya, kamu harus bertanggungjawab. Kalau ayahnya marah, aku tidak ikut-ikut

55. Uzan : Ya, kamu sendiri yang salah. Bukan kita.
56. Mega : Hai, kalian nyrocos saja, chicken you are! Pengecut kau!

Mereka terus berdebat. Sedang Kiki terus menangis dan Sasa sudah tidak ngomel lagi. Ia kembali tidur sambil mendengkur.

Uzan dan Rio terus tidak mau kalah. Ia terus menyalahkan Mega. Mereka mengolok-olok mega dengan nyanyian.

57. Uzan dan Rio : (bernyanyi) Pokoknya dia yang buat ula, kita tak tahu apa
58. Mega : (bernyanyi) Hai, hai hai hai…
59. Uzan dan Rio : (bernyanyi) Pokonya dia yang buat ula, kita tak tahu apa
60. Mega : (bernyanyi) Hai, chicken chicken you are, Pengecut kau!

Don”t be chicken, jangan jadi pengecut kau!

61. Uzan dan Rio : (bernyanyi) Pokonya dia yang buat ula, kita tak tahu apa”
62. Mega : Stop

Dengan terlihat marah, mega membentak mereka. Spontan nyanyiannya berhenti

63. Mega : Teman, jangan lempar batu sembunyi tangan, ini masalah kita bersama, seharusnya kita hadapi dengan kesatria.
Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

64. Uzan : Ayahnya datang!

Mereka berlarian mengisis ruang kosong dan saling bertabrakan. Mereka mengadu kesakitan

65. Mega : Rasakan kalian pengecut. Itu adalah batunya orang yang lempar sembunyi tangan.
Sasa tiba-tiba terbangun dan menceritakan mimpinya.

66. Sasa : Aku tadi tidur ya? Aku bermimpi bertemu dengan setan gundul. Setan gundul itu lucu sekali. (mengamati temannya yang kesakitan) Kenapa kalian mengerang kesakitan? Jatuh karena lari ya. Kenapa, takut sama setan gundul. Setan gundul alias tuyul itu imut, lucu.

67. Uzan : Hai, kucing, ini semua gara-gara kamu. Kamu merasa bersalah tidak ?

68. Sasa : Apa salah saya?
69. Rio : Hai, kamu tadi tidur apa kesurupan?
70. Sasa : Yang jalas aku bermimpi bertemu dengan setan gundul yang imut.

71. Uzan : Kamu sekarang sudah sadar belum? Jangan-jangan masih mengigau

72. Mega : Ayo kita jiwiti dia
Mereka bersama-sama menjiwit Sasa. Sasa mengerang kesakitan

73. Mega : Ternyata dia sudah sadar. Tidak ngigau lagi
74. Rio : Jangan-jangan dia masih kesurupan

Tiba-tiba Sasa menangis karena kesakitan

75. Kiki : Hayo hayo si Sasa menangis

Sasa mengerang menangis kesakitan. Mereka berdebat saling menyalahkan lagi.

76. Uzan dan Rio : Aduh, Mega lagi Mega lagi
77. Rio : Mega, kenapa kau selalu membuat ulah.
78. Uzan : Ya, tangan kamu banyak setannya. Selalu membuat masalah.

79. Mega : Hai, dasar kalian otak keyong, kenapa kalian selalu menyalahkan aku?

80. Rio : Siapa lagi kalau bukan kamu
81. Mega : Apa yang mencubit sasa tadi tangan saya sendiri?
82. Ucan : Tapi, kamu yang mengajak kan?
83. Mega : Dan kalian ikut kan?

Mereka kaembali berdebat sambil bernyanyi

84. Uzan dan Rio : (bernyanyi) Pokoknya dia yang buat ula, kita tak tahu apa
85. Mega : (bernyanyi) Hai, hai hai hai……
86. Uzan dan Rio : (bernyanyi) Pokonya dia yang buat ula, kita tak tahu apa
87. Mega : (bernyanyi) Hai, chicken chicken you are, Pengecut kau

Don”t be chicken, jangan pengecut kau

88. Uzan dan Rio : (bernyanyi) Pokonya dia yang buat ula, kita tak tahu apa
89. Mega : Stop, berhentiii! Aku muak dengan kepengecutan kalian!
90. Kiki : (berdiri) Kenapa orang besar sukanya bertengkar. Selalu

saja beranggapan dia yang paling benar. Kapan waktunya untuk bermain, bersendah-gurau

91. Uzan : Kiki, diam sebentar!
92. Kiki : Aku tidak suka pertengkaran
93. Uzan : Hai hai hai, sekali lagi diam!
94. Kiki : Apa semua masalah harus diselesaikan dengan pertengkaran?
95. Rio : Kiki, diam, jangan banyak bicara!
96. Mega : Hai teman, dia punya hak untuk bicara
97. Uzan : Tapi dia masih kecil
98. Mega : Apa kalian sudah besar?
99. Rio : Tapi paling tidak kita lebih besar darinya.
100. Mega : Tetapi bisa jadi dia lebih pantas bicara dari pada kalian.

Kiki bergerak menjauh dari perdebatan. Ia mencari tempat untuk menyendiri. Dan bernyanyi sendiri.

101. Kiki : (bernyanyi)
pung pung balung
bumi merak bumi mancung
mekaro ndok sepiti pyar

Sasa kemudian datang menghampirinya.

102. Sasa : Kiki, kenapa kamu bermain sendirian?
103. Kiki : Aku tidak suka pertengkaran
104. Sasa : Oh, jadi kamu bermain sendiri, karena yang lain pada suka
bertengkar. Kenapa mereka bertengkar?
105. Kiki : Ini gara-gara kamu.
106. Sasa : Ha, gara-gara aku, apa ya salah aku?(bingung) mereka
bertengkar gara-gara aku. Kiki, aku jadi bingung. Kiki,
apa salah aku?
107. Kiki : Cari sendiri!
108. Sasa : Ayo dong kiki, apa salah aku?
109. Kiki : Orang baik itu tahu kesalahan dan kekurangannya sendiri.
Lalu ia berusaha memperbaikinya.

Bertemu kembali dan meneruskan perdebatan

110. Mega : Sekarang ayo kita akhiri perdebatan kita.
111. Uzan : Tidak mau sebelum kamu mengaku bersalah
112. Mega : Apa, aku yang salah. Justru kalian yang bersalah
113. Rio : Hai hai hai… yang tadi mengajak untuk meninggalkan
Sasa itu siapa?
114. Mega : Kalian juga mendukung kan?
115. Uzan : Yang tadi mengajak untuk menjiwit Sasa siapa?
116. Mega : Kalian juga mendukung kan, ayo, masih menyalahkan
orang lain, masih tidak merasa bersalah, tetap lempar batu
sembunyi tangan!?
Mereka terus berdebat. Saling menyalahkan dan tidak mau saling mengakui kesalahannya.

117. Sasa : Oh oh oh… sekarang aku tahu kesalahanku. Ini semua gara-gara aku. aku tidak sportif dalam permainan. Satu keselahan kecil, akan menciptakan kesalahan-kesalahan yang lebih besar. Aku baru sadar, perbuatan yang tidak baik itu pasti membuat orang lain menjadi menderita.

Sasa kemudian berlarian meminta maaf pada teman-temannya.

118. Sasa : Minta maaf, minta maaf, minta maaf ya, aku minta
maaf….
119. Uzan : Hai diam. Kenapa kau berteriak-teriak?
120. Sasa : Minta maaf!
121. Rio : Kenapa meminta maaf?
122. Sasa : Aku bersalah
123. Uzan : Lihat Mega, Sasa saja mau minta maaf, lalu kamu
bagaimana? Kamu mau meminta maaf tidak?
124. Mega : Kamu sendiri bagaimana?
125. Uzan : Aku tidak bersalah, kenapa harus minta maaf
126. Rio : Ya, kita tidak bersalah, kita tidak perlu minta maaf
127. Mega : Dasar kepala batu, maunya yang paling benar.
128. Sasa : Orang-orang yang merasa dirinya sudah besar, mereka
selalu dirinya yang paling benar, padahal padahal mereka
adalah…… (berlari menggandeng tangan Kiki) Kiki Kiki
ayo kita bermain…

Sasa dan Kiki kembali bermain pung-pung balung. Sedang yang lain masih bertengkar, tidak mau damai. Kiki dan Sasa terus asyik bernyanyi. Mereka melanjutkan dengan nyanyian yek-uyrk ranti. Bergerak megal-megol seperti bebek.

TAMAT
Lamongan, Januari 2008
Sumber: http://sangbala01.blogspot.com/2010/11/naskah-teater-anak-mata-kucing_28.html

0 comments:

Post a Comment

◄ New Post Old Post ►