Friday, March 18, 2011

Meraih Sukses dari Karya-karya Thriller

Angela
http://www.ruangbaca.com/

Awalnya adalah sebuah email tanda simpati. Tersentuh oleh penderitaan dan perjuangan Kapten James Yee, Prayudi—Chief Editor Pustaka Zahra—mengirim surat pada ulama militer yang dizalimi pemerintahnya itu.

“Saya sampaikan padanya bahwa saya dan teman-teman bersimpati atas perjuangannya dan berdoa untuk keberhasilannya,” kenang Yudi.

Siapa nyana, surat tanda simpati yang dikirim pertengahan tahun silam itu menjadi pembuka jalan kerjasama antara Pustaka Zahra dan Yee. Kebetulan saat itu Yee baru saja meluncurkan memoar tentang perjuangannya menghadapi fitnah dan perlawanan hukumnya terhadap negaranya sendiri. Buku berjudul For God and Country itu meledak di pasaran dan dipuji banyak media besar.

“Kami saling berkorespondensi sekitar September, dan Januari keluar izin dari agen Yee untuk menerbitkan bukunya,” kata Yudi.

Sepanjang masa penantian itu, Yudi mengakui, pihaknya terus berdebar-debar, khawatir izin tidak keluar. “Pesaing kami adalah penerbit-penerbit besar, mungkin saja izin penerbitan jatuh ke tangan mereka,” katanya.

Secara pribadi, Kapten Yee memberi izin pada Yudi dan teman- temannya untuk menerbitkan edisi bahasa Indonesia memoarnya. Rupanya surat simpati itu membuat Yee terkesan pada Penerbit Zahra. Padahal, mereka terhitung baru menerbitkan lini fiksi dan non fiksi umum.

“Setelah mengurus proses sana- sini, termasuk terjemahannya,

buku Yee kami luncurkan Maret silam,” kata Yudi. Proses ini terhitung cepat jika mengingat buku dalam versi bahasa Inggrisnya terbit hanya selang setengah tahun lebih. Buku Yee yang menelanjangi sikap paranoid Amerika pada umat Islam ini diterbitkan di bawah lini Dastan Books. Lini ini khusus menerbitkan buku fiksi dan non fiksi umum. Sebelumnya, saat pertama kali didirikan pada Juni 2002, Zahra lebih berkonsentrasi menerbitkan buku-buku Islam. Buku zikir dan doa menjadi fokus penerbit yang berlokasi di Batu Ampar, Condet, Jakarta Timur, ini.

“Karena saat itu lingkup penerbitan buku Islam sudah mulai jenuh, kami berpikir untuk membuat lini buku-buku umum,” kata Yudi.

Setelah dua lini terdahulu yang membawahkan komik dan fiksi Islami, Dastan Books kemudian lahir pada Juni 2003. Lini baru ini rupanya membawa berkah tersendiri bagi Zahra. Saat lini lain di penerbitan ini mulai layu, Dastan justru melaju dengan buku-buku fiksinya. Mulanya, Yudi dan teman- temannya menerbitkan The Blind Owl sebagai proyek pertama. Fiksi karya sastrawan Iran fenomenal Sadeq Hedayat ini mendapat sambutan baik di pasar.

Terpacu oleh kesuksesan The Blind Owl, Yudi dan teman-temannya kemudian menerbitkan Perfume, fiksi thriller karya Patrick Suskind. Fiksi yang bercerita tentang seorang jenius kriminal yang menguliti kepala dan rambut 25 korbannya ini juga sama suksesnya. Bahkan sudah mengalami lima kali cetak ulang. Memoar James Yee juga laris manis. Bulan ini, buku setebal 300-an halaman itu sudah cetak ulang ketiga kalinya. “Cetak terakhir itu sekitar 20 ribu eksemplar,” katanya.

“Kami kemudian memutuskan untuk lebih serius menggarap buku fiksi umum,” kata Yudi.

Kesuksesan buku-buku Dastan memacu Yudi dan temantemannya makin rajin berburu naskah-naskah bagus untuk diterbitkan. Bahkan tidak jarang lulusan Fakultas Ekonomi tahun 1992 ini sudah “menunggui” naskah yang belum dicetak dalam versi aslinya. “Kami pasang mata dan telinga untuk bisa tahu naskah mana saja yang akan dicetak,” katanya.

Yudi, yang bertugas menilai buku yang layak terbit, terpaksa harus rajin membaca. “Saya menamatkan satu buku dalam tiga-empat hari,” katanya. Itu artinya sebulan ia bisa membaca sekurangnya 12 buku.

Untuk menerjemahkan karya- karya itu, Zahra yang dipimpin Muhammad Andy ini mempekerjakan ratusan penerjemah lepasan. Dari jumlah itu, penerjemah tetap biasanya hanya berkisar antara 10-15 orang. “Itu yang bisa bekerja cepat dan hasil terjemahannya sangat bagus,” kata Yudi. Untuk penerjemah berkualitas itu, pihaknya rela membayar Rp 15- 20 ribu per lembar.

Pekerjaan berburu buku diakui Yudi bukan pekerjaan mudah mengingat banyaknya penerbit besar yang juga melakukan hal serupa. Modal dan jaringan tentu saja mereka lebih jago. Tapi, namanya nasib, Dastan Books tidak jarang lebih dulu dihubungi agen buku di luar negeri. Mungkin karena kami selalu berkomitmen serius dalam menerbitkan buku-buku bermutu,” katanya.

Kalau pun tidak bisa membidik naskah yang belum diterbitkan, Yudi selalu memfokuskan buruan mereka pada buku-buku bagus dan pemenang penghargaan. “Kami utamakan jarak waktu penerbitan aslinya dengan terjemahan terbitan kami tidak lebih dari setahun,” katanya. Untuk satu naskah yang mendapat izin penerbitan, Zahra merogoh kocek setidaknya US$500.

Meski demikian, ada juga tawaran penerbit yang terpaksa ditolak oleh Dastan Books. “Kami pernah ditawari hak terjemahan pemenang Pulitzer,” kata penyuka fiksi thriller ini. Namun karena fiksi pemenang berkisah tentang perang saudara di Amerika, Yudi khawatir daya tarik fiksi berkurang. “Temanya tidak terlalu akrab dengan kebanyakan pembaca kita.”

Kini, dengan nama yang mulai dikenal orang, setidaknya sudah 10 fiksi yang mereka luncurkan. Buku-buku baru yang segera terbit di antaranya Cinderella Man, kisah hidup petinju legendaris Jim Braddock yang sudah diangkat ke layar perak. Lalu ada novel suspense Red Leaves karya Thomas H. Cook. Novel dengan gaya bahasa berputar-putar mirip jigsaw puzzle ini dinobatkan sebagai pemenang Edgar Award, penghargaan terkemuka untuk novel thriller, kriminal, dan pembunuhan.

Di kantornya yang terletak menjorok ke dalam di kompleks yayasan Fatimah—yang meliputi panti asuhan, koperasi, dan kedai buku, Yudi dan teman- temannya menyimpan impian yang tidak kecil. “Kami ingin menerbitkan setidaknya empat buku setiap bulan,” katanya. Dengan buku-buku bagus yang ia baca, buru, dan terbitkan, bukan mustahil impian itu tergenggam tangan.

0 comments:

Post a Comment

◄ New Post Old Post ►