Tuesday, September 25, 2012

PENDIDIKAN ATLET ERA GLOBAL


EFISIENSI ATAS PENDIDIKAN ATLET ERA GLOBAL : PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN AZRUL ANANDA

Faishal Hilmy Maulida
Ilmu Sejarah UM

Abstrak

Konsistensi dan keseimbangan prestasi akademik dan non akademik pelajar / mahasiswa menjadi sebuah kajian yang penting dalam sebuah penelitian dunia pendidikan, hal ini karena mempengaruhi pola belajar yang akan dikembangkan oleh peserta didik, yaitu untuk lebih terkonsentrasi ke arah akademik atau ke arah non akademik seperti olahraga. Kegiatan akademik maupun non akademik memiliki hubungan timbal balik dalam menentukan prestasi belajar pelajar / mahasiswa, diantara dua pilihan yaitu konsentrasi ke arah akademik atau ke arah non akademik seperti olahraga. Institusi pendidikan formal seperti sekolah dan pendidikan non formal, ambil contoh seperti Sekolah Sepak Bola seperti menjadi pemisah antara dua konsep pendidikan yaitu sekolah formal dengan kurikulum yang mengutamakan aspek akademik dan sekolah sepak bola dengan kurikulum pengembangan atlet yang menjadi kendala dalam menyatukan visi dalam membentuk atlet yang berprestasi baik akademik maupun non akademik, seperti olahraga sepak bola. Globalisasi teknologi dan informasi yang hadir bersamaan dengan masuknya globalisasi di dalam pendidikan memunculkan sebuah ide konsep yang mampu menyeimbangkan antara pendidikan formal dan pendidikan non formal yang dalam hal ini diwujudkan dengan sebuah konsep student athlete yang mampu mendorong peserta didik untuk termotivasi dalam prestasi akademik sekaligus non akademik tanpa mengorbankan salah satunya. Konsep seperti apa yang dimaksud akan terjawab dalam kupasan tulisan ini.
Kata kunci: Konsep Pendidikan, Student Athlete, Prestasi, Akademik, Olahraga


Latar Belakang Pemikiran Azrul Ananda
           
“ Dalam pendidikan karakter ada empat kuadran yang ingin dikembangkan. Yakni olah pikir berkait dengan kecerdasan, olah hati berkait dengan kejujuran, olah karsa berkait dengan kerja sama dan peduli, dan olah raga berkait dengan sportivitas, kesehatan, dan kebersihan.”
Sebuah petikan yang di ungkapkan oleh menteri pendidikan Prof Muhammad Nuh dalam sebuah artikel berita dalam koran Pasundan Ekspres yang menjelaskan tentang konsep student athlete dalam kompetisi DBL ( Development Basketball League ). Dalam hal ini  DBL sendiri adalah sebuah kompetisi basket yang diadakan di berbagai kota di Indonesia minus Jakarta dengan menggunakan sebuah konsep kompetisi yaitu student athlete, dimana dalam konsep ini keseimbangan antara prestasi bidang non akademik seperti basket harus berbanding lurus dengan prestasi belajar di bangku sekolah menjadi syarat mutlak peserta dalam mengikuti kompetisi ini. Sebagai gambaran Development Basketball League yang bernama DetEksi Basketball League pada awal berdirinya pada tahun 2004 dengan dipelopori oleh Azrul Ananda pertama kali digelar di Surabaya. Kompetisi ini mengembangkan konsep Student Athlete,
konsep ini menganggap sekolah sama pentingnya dengan bertanding basket. Salah satu nilai plus dari kompetisi ini pada penerapannya selain menerapkan konsep student athlete juga menerapkan aturan seperti tidak boleh ada pemain profesional atau semipro, tidak boleh ada sponsor rokok, alkohol, dan minuman berenergi. Menurut pengertian secara luas student athlete dalam Wikipedia (2012) Seorang student athlete atau atlet mahasiswa (kadang-kadang ditulis siswa-atlet) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seorang peserta dalam olahraga kompetitif yang terorganisir yang disponsori oleh lembaga pendidikan di mana dia terdaftar, istilah yang umumnya digunakan di Amerika Serikat, hal ini digunakan untuk menggambarkan keseimbangan langsung dari siswa yang belajar dalam pendidikan formal dan olahraga sebagai atlet sepenuhnya.

Gambaran diatas merupakan bentuk dari berkembangnya berbagai macam konsep pendidikan dan kurikulum pendidikan dewasa ini yang merupakan suatu pilihan dalam mengembangkan dunia pendidikan, khususnya antara pendidikan dan olahraga. Konsep student athlete yang di didengungkan oleh liga basket seperti DBL Indonesia mulai menginspirasi munculnya liga-liga baru yang mengembangkan konsep ini, sebut saja Liga Pendidikan Indonesia (LPI) yaitu sebuah kompetisi sepakbola usia dini antar pelajar baik SMP maupun SMA hingga Perguruan Tinggi yang diselenggarakan atas dukungan lembaga pemerintahan seperti Kemendiknas, Kemenegpora, dan PSSI. Hanya saja sebagai pembeda bila kompetisi DBL memiliki output yang jelas dengan diimbangi berbagai prestasi baik di dalam maupun luar negeri, LPI sebagai kompetisi yang diselenggarakan bukan oleh pihak swasta dari sisi prestasi dan penyelenggaraan masih perlu untuk ditingkatkan.
Pemuda masa kini yang memiliki dua bakat di dalam dua bidang berbeda baik akademik maupun non akademik untuk olahraga basket memang sudah ada wadah yang tepat untuk menyalurkan hobi bermain basketnya sekaligus meningkatkan prestasi belajarnya. Namun bagaimana dengan olahraga-olahraga lain seperti sepak bola (walaupun sudah ada LPI, namun kompetisi ini masih belum bisa disejajarkan dengan DBL dalam hal pengelolaan kompetisi maupun outputnya), kamudian olahraga pencak silat dan sejenis, otomotif, dan berbagi macam olahraga yang tentunya menuntut atletnya untuk melakukan latihan sesuai porsi yang ditentukan. Melihat kenyataan seperti ini memang sebuah dilema bagi para atlet yang masih berada di bangku sekolah, ingin berkonsentrasi dalam prestasi bidang olahraga, atau mengorbankan pendidikan formalnya untuk prestasi di luar sekolah seperti olahraga, demikian pula sebaliknya. Tidak mudah memang mencari jalan keluar diantara dua kepentingan yang sama mendesaknya seperti ini bagi para atlet muda pada dewasa ini. Yang bisa dilakukan yaitu dengan menyeimbangkan skala prioritas antara bidang olahraga dan sekolah agar terjadi keselarasan antara prestasi dalam dunia olahraga maupun dunia pendidikan, ini sekaligus tantangan bagaimana mengambangkan konsep student athletese maksimal mungkin ke depannya.

Aspek Olahraga dalam Pendidikan

Berbicara dalam dunia pendidikan tentunya tidak lengkap bila menjelaskan dunia pendidikan saja tanpa menjelaskan tentang berbagai aspek yang ada dalam dunia pendidikan, seperti olahraga yang tentunya mendukung aspek-aspek dalam kegiatan belajar mengajar. Agung dan Suparman (2012: 3) mengungkapkan  bahwa pada hakikatnya pendidikan itu berarti memberi tuntunan kepada perkembangan manusia sehingga mencapai kedewasaan jasmani dan rohani. Kedewasaan jasmani dan rohani akan terbentuk bila terjadi keselarasan antara pendidikan dan berbagai aspek pendukungnya.
Dunia olahraga dan pendidikan adalah dua dunia yang saling berkaitan, dalam pendidikan membutuhkan aspek-aspek pendukung seperti olahraga dalam menunjang pendidikan, begitu pula dalam dunia olahraga, atlet yang berkualitas adalah atlet yang terdidik dalam artian atlet yang terdidik dalam pendidikan formal dan pendidikan dalam bidang olahraga tertentu. Sehingga dengan kata lain tingkat pendidikan sangat berpengaruh pada pola pikir seorang atlet. Berkaca pada hal tersebut, kita bisa belajar dalam proses keseimbangan antara pendidikan formal dan olahraga yang dikenal dengan konsep student athelete. Ali (2012) mengungkapkan bahwa porsi latihan sepakbola di akademi sepakbola FC Barcelona, Spanyol yaitu La Masia, jauh lebih singkat ketimbang waktu mereka belajar di sekolah, yakni enam jam (08.00-14.00), dan tambahan belajar di asrama (16.00-18.00). Setiap pagi anak-anak ”La Masia” berusia 7-18 tahun dijemput bus antar jemput untuk belajar di sekolah-sekolah terbaik di kota Barcelona hingga siang. Tidak heran bila Sepakbola Spanyol dan FC Barcelona khususnya tidak pernah kehabisan stok pemain-pemain berkualitas yang mampu mengangkat FC Barcelona ke level prestasi tertinggi dunia, itu semua karena adanya keseimbangan antara pendidikan formal dan latihan sebagai menu utama atlet dalam menunjang kualitas atlet.
Berbeda dengan apa yang diterapkan di Akademi La Masia Barcelona, Akademi Ajax Amsterdam, dan berbagai akademi sepakbola di Eropa yang menerapkan konsep student athleteserta konsep student athlete dalam bola basket yang diterapkan di berbagai sekolah-sekolah di Amerika Serikat yang berjalan secara maksimal, di Indonesia hanya olahraga basket yang mampu menerapkan hal ini terbukti dengan siswa/atlet yang berlaga di Honda DBL harus memiliki nilai raport diatas SKBM (Standar Ketuntasan Belajar Minimum), bahkan secara tegas kalau raportnya jelek ya tetap dicoret pemain yang bersangkutan walaupun sehebat apapun. Hasilnya dari DBL Indonesia sukses menjadi juara di “Asean ternational High School Basketball Tournament”, baik putra maupun putri, dan berbagai prestasi lain yang pernah ditorehkan. Lalu bagaimana dengan olahraga lain? seperti sepak bola, badminton, jenis pencak silat, atletik, dll. Sampai saat ini memang hanya basket yang benar-benar menerapkan konsep ini secara konsisten, namun sepakbola juga mulai menerapkan konsep ini seperti adanya kompetisi Liga Pendidikan Indonesia namun sampai saat ini tetap saja tidak bisa berjalan maksimal karena kendala klasik, sebut saja seperti keterbatasan SDM dalam mengelola kompetisi, pencurian umur dalam kompetisi, sarana dan prasarana yang kurang mendukung, dan output dari kompetisi tersebut yang tidak jelas. Sedangkan olahraga lain seperti tersebut diatas sebenarnya sudah memiliki berbagai pusat pelatihan dalam mengembangkan atlet yang berkualitas, seperti dengan adanya pelatnas dan diklat-diklat yang menempa atlet seperti diklat Ragunan dan diklat Mandau, tetapi permasalahannya diklat maupun pelatnas yang ada saat ini belum sepenuhnya menerapkan konsep student athlete, yang di utamakan selama ini hanya skill namun melupakan pendidikan dalam membentuk kepribadian, mental dan karakter.
Setiawan (2006: 105) mengungkapkan bahwa pendidikan mempunyai peran penting dalam pengembangan sumber daya manusia, sumber daya yang dapat dioptimalkan dan dapat memenuhi kebutuhan hajat hidup manusia. Ungkapan tersebut bila dikaitkan dengan dunia olahraga dan dunia sepakbola ada sebuah korelasi bagaimana dalam memberdayakan sumber daya atlet yang berkualitas memerlukan optimalisasi antara keselarasan pendidikan formal dan pendidikan non formal seperti akademi olahraga yang bisa diterapkan dalam kompetisi yang sehat sehingga mampu memenuhi prestasi yang diharapkan.
 
Globalisasi Olahraga

            Dunia olahraga bisa masuk ke dalam negeri ini tidak lepas dari pengaruh globalisasi, begitu pula berkembangnya berbagai macam olahraga dari sisi aturan bermain, jual beli transferpemain antar negara, pertandingan bangsa antar benua, dsb menjadi sebuah refleksi bagaimana olahraga yang awalnya hanya permainan untuk menunjang kesehatan jasmani dan sebagai penghilang penat telah menjadi sebuah komoditi yang dapat dikomersilkan. Konsep student athlete sebagai konsep pembinaan alternatif bagi para atlet yang ingin mengambangkan karir olahraga maupun pendidikan formal secara seimbang merupakan sebuah contoh bagaimana globalisasi olahraga tidak hanya bisa dilihat dari sisi komersil dan non teknis belaka, namun dari sisi teknis seperti konsep pembinaan atlet seperti tersebut diatas. Arus globalisasi yang akhir-akhir ini banyak disoroti karena pengaruh negatif terhadap pergaulan remaja di era global yang banyak menyimpang dari asas-asas globalisasi dewasa ini, sama halnya ini terjadi dalam dunia olahraga, khususnya sepakbola, dimana pemain sepakbola era global ini lebih cenderung jauh dari tujuan awal seorang pemain bola yaitu bermain bola secara profesional maupun amatir untuk mengahibur penonton dengan permainan yang memukau sebagai timbal balik dengan mendapat materi yang digunakan sebagai nafkah dan simpanan hari tua ketika gantung sepatu, namun akhir-akhir ini pemain sepak bola usia muda lebih cenderung sepakbola untuk mendapat materi belaka kemudian menghabiskan materi tersebut tidak pada tempatnya seperti berfoya-foya, bermain wanita, dugem, dsb, walaupun tidak semua pemain demikian. Maka perlunya penekanan pendidikan moral yang diterapkan pada atlet melalui konsep pendidikan student athlete yang tidak hanya terpaku pada peningkatan skill pemain saja. Hal ini seperti apa yang diungkapkan oleh Ruben Bonastre, Wakil Direktur akademik La Masia.

”Memang baik mencetak pemain berkualitas, tetapi jauh lebih penting mencetak pemain dengan pribadi yang bagus, hanya dengan pribadi berkualitas yang akan menjelma menjadi pemain berkualitas.”

            Dampak lebih jauh dari globalisasi sepak bola adalah munculnya tokoh-tokoh selebriti lapangan hijau yang menjadi panutan bagi banyak orang di seluruh dunia.  Mereka merupakan produk-produk kompetisi sepakbola professional terbaik. Para selebriti ini tidak hanya dinantikan aksinya di atas lapangan, bahkan perilaku mereka sehari-hari diluar lapangan juga tidak luput dari perhatian. Maka, untuk menunjukkan perilaku yang baik dan pantas, baik didalam maupun diluar lapangan. Misi sepakbola sebagai pelajaran tentang sportifitas, sopan santun, dan menghargai orang lain terutama berada di pundak mereka. (Darmawan, 2007: 111).
Menjadi selebriti akibat arus globalisasi tidak hanya terjadi dalam dunia sepakbola, melainkan terjadi pula di olahraga lain seperti basket, tenis, badminton, otomotif, dsb. Mereka sebagai public figure kadang menjadi panutan terkadang pula menjadi sorotan, hal ini tidak lepas dari merilaku mereka di luar lapangan yang menjadi contoh baik sisi positif maupun negatif bagi pemuda di era global ini. Hanya atlet yang benar-benar memiliki moral dan mental terdidik terlatih secara kuat yang mampu bertahan di jagat sportaiment, yaitu dunia olahraga sekaligus dunia selebriti. Dan melalui pola pendidikan student athlete, para atlet muda dibekali hal-hal seperti ini yang tentunya diluar materi pendidikan di dalam lapangan.

Penutup 
           
            Modernisasi dunia pendidikan yang didukung oleh arus globalisasi membuat manusia semakin kreatif dalam menemukan suatu terobosan-terobosan baru yang dapat mengimbangi suatu arus yang tidak dapat dihentikan karena arus perubahan zaman yang semakin cepat, sesuatu yang dianggap lama akan tergerus dengan sendirinya karena adanya sistem baru yang dianggap lebih dinamis. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh Buchori (2005: 112) bahwa Masyarakat cenderung menganggap segala sesuatu yang “modern”, yang mutakhir, sebagai sesuatu yang dengan sendirinya lebih baik dan lebih maju daripada yang lama. Ini pula yang terjadi dalam dunia pendidikan formal dan olahraga, dimana ketika dunia sistem pendidikan formal dan olahraga tidak bisa berjalan secara bersamaan, maka muncul konsep student athlete yang menawarkan suatu konsep dimana seorang atlet bisa belajar di dalam sekolah dan berprestasi dalam pendidikan formalnya sekaligus berprestasi di dalam bakat non akademik yang dimilikinya sehingga antara olahraga dan sekolah sebagai pendidikan formal saling menunjang satu sama lain. Dengan kata lain, sebagai seorang atlet muda tidak perlu mengorbankan salah satu diantara dua pilihan antara sekolah atau menjadi atlet professional, agar mendapatkan hasil yang maksimal, melainkan menyelaraskan dua hal tersebut supaya menjadi atlet profesional terdidik yang memiliki moral dan mental yang kuat dalam bersaingan di dunia global.

Daftar Rujukan


Agung, L., & Suparman, T. 2012. Sejarah Pendidikan. Jogjakarta: Ombak.

Ali, A. 2012. Brunei Vs. Indonesia: Beda Tim Berpendidikan dan Tidak. http://bola.kompas.com/read/2012/01/07/12264331/ Brunei.Vs.Indonesia:Beda.Tim.Berpendidikan.dan.Tidak, (online). Diakses 16 Mei 2012.

Buchori, M. 2005. Indonesia Mencari Demokrasi. Jogjakarta: INSISTPress
Darmawan, D.  2007. Menelusuri Jejak-Jejak Kuno Sejarah Sepakbola Dunia. Yogyakarta: Pinus.
DBL. 2012. Sejarah DBL. http://www.dblindonesia.com/index.php?act=history, (online). diakses 16 Mei 2012.

Risky, P., P. 25 November 2011. Konsisten Konsep Student Athlete, Prestasi Sekolah dan Basket Sama Penting. Pasundan Ekspres.

Setiawan, B. 2006. Manifesto Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz.
Wikipedia. 2011. Student Athlete. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Student Athlete&stable=1, (online). diakses 16 Mei 2012.

0 comments:

Post a Comment

◄ New Post Old Post ►
 

Copyright 2012 Forum TJK Indonesia: PENDIDIKAN ATLET ERA GLOBAL Template by Bamz | Publish on Bamz Templates