Tuesday, October 30, 2012


Jebakan Menghibur : Propaganda Jepang Di Hindia Belanda 1942-1945
Oleh : Ardan As’ad[1]
            Masa  pendudukan Jepang meskipun hanya berdurasi 3 tahun (1942-1945) begitu membekas dalam catatan sejarah kita. Romusa adalah salah satu kata yang sering digunakan untuk mewakili serangkaian kekejaman bala tentara Dai Nippon. Para penduduk yang terlibat dalam Romusa kondisinya sangat mengenaskan. Jangankan gaji, jaminan makan, pakaian, kesehatan atau bahkan jaminan hidup tidak mereka dapatkan (Isnaeni & Apid, 2008: 6). Kebanyakan mereka yang terlibat dalam kegiatan Romusatenaganya dipakai untuk tenaga pertambangan, pertanian, pembangunan pangkalan militer, serta tidak jarang pula untuk dijadikan Jungfun Lanfu.
            Dalam artikel ini tidak akan dibahas tentang bagaimana kekejaman bala tentara Jepang pada masa pendudukan, atau membahas Romusa, melainkan membahas cara jepang memobilisasi masa lewat propaganda. Menarik rasanya menelisik ulang bagaimana strategi Jepang memobilisasi masa, apakah cukup dengan semboyan 3A? tentu saja tidak, berikut uraian strategi propaganda pemerintah pendudukan Jepang.

KEDATANGAN JEPANG
            Gelombang Pertama Kedatangan orang Jepang ke Indonesia (Hindia Belanda) adalah kedatangan para Karayuki-san setelah masa kekaisaran Meiji yaitu pada 1868. Karayuki-san adalah wanita Jepang yang bekerja di bidang prostitusi. Karayuki-san pada periode tahun 1880-an sering dijumpai di Medan, Palembang, Batavia, Surabaya. Kebanyakan dari mereka ditempatkan di wilayah perkebunan atau pelabuhan yang banyak dikunjungi oleh orang-orang Belanda, setelah itu barulah disusul oleh golongan pedagang kelontong serta warga sipil lainnya (Astuti, 2008: 1-3). Keberadaan warga Jepang di Hindia Belanda semakin lama semakin bertambah banyak, karena Hindia Belanda merupakan wilayah yang cocok untuk memasarkan barang dagangan mereka.
            Keberadaan masyarakat sipil Jepang di Hindia Belanda mengalami masa-masa yang sulit ketika terjadi konflik dengan pemerintah Hindia Belanda. Saat itu jumlah nelayan dan pedagang jepang sangat banyak. Tidak kurang dari 4.000 nelayan Jepang dengan 500 perahu tersebar di wilayah perairan Hindia Belanda, keberadaan mereka sangat merisaukan pemerintah Hindia Belanda (Onghokham, 1987: 38). Ketegangan  semakin memuncak ketika secara resmi dikumandangkan perang antara Belanda dan Jepang pada 8 desember 1941. Keadaan tersebut diatas tentunya membuat warga sipil Jepang di Hindia Belanda kembali ke negara asalnya.
            Memanfaatken momentum kekalahan Belanda dalam perang melawan Jerman, Jepang kembali masuk ke Hindia Belanda. Kali ini yang datang bukanlah Karayuki-san, pedagang kelontong atau warga sipil lainnya melainkan armada militer. Pada tanggal 1 Maret 1942 tentara Jepang mendarat di tiga titik pulau Jawa yaitu di Merak (Banten), Pantai Eretan Wetan, serta  di Sragen. Tiga tempat tersebut jadi pilihan karena dianggap lemah dan lebih mudah ditaklukan (Isnaeni & Apid, 2008: 24).  Kondisi Belanda yang carut marut akibat kalah perang membuat Jepang leluasa memasuki Hindia Belanda dengan perlawanan yang tidak begitu berarti. Akhirnya, pada tanggal 8 Maret 1942 betempat di Kalijati Belanda menyerah tanpa syarat terhadap pemerinah pendudukan Jepang. Dimulaihah masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda.
PROPAGANDA JEPANG
            Sadar akan keterbatasan Sumber Daya Alam (SDA) dalam mengarungi pertarungan melawan sekutu di ajang Perang Dunia II[2]pemerintah pendudukan Jepang  memanfaatkan Hindia Belanda untuk menyuplai kebutuhan perang. Bahkan, tidak jarang bukan hanya SDA saja yang digunakan tetapi juga manusia. Banyak penduduk Hindia Belanda yang ikut perang Asia Timur Raya. Diperlukan mobilisasi penduduk dalam jumlah banyak untuk memenuhi ambisi Jepang dalam perang Perang Asia Timur Raya. Salah satu cara yang tempuh adalah dengan teknik propaganda untuk pengumpulan masa.
            Lawsel dalam (Sunarjo & Sunarjo, 1982 :26) memberikan definisi propaganda yang secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya untuk melakukan kontrol opini. Kontrol opini dilakukan melalui simbol-simbol yang mempunyai arti, cara penyampaian pendapat, melalui cerita, rumor, laporan kegiatan dan bentuk lainya yang bisa dipakai untuk komunikasi sosial.  Dasar pemikiran propaganda pemerintah pendudukan Jepang adalah untuk memobilisasikan masyarakat serta memasukkan idiologi Jepang yaitu demi terciptanya kemakmuran bersama Asia Timur Raya (Nurrokmansyah, 2007: 78).
Beberapa hal yang dipropagandakan antara lain untuk menerangkan bahwa Jepang sebenarnya adalah keturunan Dewa yang ditakdirkan memimpin dunia, menerangkan bahwa Inggris, Amerika dan sekutunya adalah musuh yang harus diperangi, serta perang pasifik mempunyai tujuan suci untuk membangun Asia Timur Raya (Sunarjo & Sunarjo, 1982:17-18). Untuk keperluan propaganda maka pemerintah pendudukan Jepang mendirikan beberapa lembaga penunjang seperti Sendenbu (Departemen Propaganda). Sendenbu dalam perjalananya selain sebagai biro propaganda juga bertugas mensensor semua surat kabar, majalah, bahkan naskah sandiwara yang ada, dalam hal ini Sendenbu dibantu oleh Kempetai (Polisi Militer).
            Beberapa surat kabar yang menjadi corong propaganda Jepang antara lain adalah Asia Raya di Jakarta, Tjahaya di Bandung, Sinar Matahari di Jogjakarta, Sinar Baroe di Semarang serta Soeara Asia di Surabaya (Nurrokmansyah, 2007: 80). Selain lewat surat kabar dan media massa lainya, pemerintah pendudukan Jepang juga memanfaatkan seni pertunjukan sebagai sarana propaganda. Perkumpulan-perkumpulan sandiwara sengaja ditugaskan untuk berkeliling sebagai alat propaganda pada masyarakat. Beberapa diantaranya adalah Noesantara, Bintang Soerabaja, Tjahaja Timoer dan Dewi Mada (Huntari, 2009: 57). Pertunjukan sandiwara sepertinya lebih tepat dipakai untuk corong propaganda karena sangat berpotensi mengundang gerumulan massa, dinikmati setiap lapisan masyarakat serta berupa hiburan. Tidak ketinggalan pula Jepang memanfaatkan tokoh lokal untuk menarik masa. Mereka dijadikan peminpin organisasi buwatan Jepang dengan imbalan janji kelak akan diberi kemerdekaan. 
            Surat kabar Tjahaja pertama kali terbit pada 8 Juni 1943. Pada edisi pertama dijelaskan oleh Kolonel K Matsui seorang pembesar pemerintah bala tentara Dai Nipponbahwa tujuan terbitnya surat kabat Tjahaja adalah membimbing penduduk Hindia Belanda untuk menjadi hamba Teno Heika serta untuk keteguhan kemakmuran bersama. Tjahaja juga bertujuan untuk membangkitkan penduduk dari lembah kesengsaraan dan menggerakkan mereka untuk mengejar cita-cita yang mulia, yaitu kemakmuran bersama Asia Raya (Tjahaja, 8 Juni 1943). Dengan begitu diharapkan bahwa penduduk Hindia Belanda akan percaya pada pemerintah pendudukan Jepang, serta rajin mengikuti perkembangan berita di surat kabar Tjahaja.
“---Toedjoeanja ialah akan mendidik dan memimpin pendoedoek Indonesia soepaja mendjadi hamba TENNO HEIKA baharoe dan soepaja beroesaha lengkap dan sempoerna goena ketegoehan Asia Raya, ---dapatlah TJAHAJA membangkitkan pendoedoek dari lembah kesengsaraan dan menggerakan mereka mengedjar tjita2 jang maha moelia---” (Tjahaja, 8 Juni 1943)

Selain Tjahaja di Bandung, Soeara Asia  adalah salah satu surat kabar yang menjadi alat propaganda jepang di Jawa timur. Selain memuat kabar tentang perkembangan dari kabar perang Pasifik, kondisi umum yang terjadi di Jawa tidak jarang surat kabar ini juga memberitakan tentang ajakan , seruan serta himbauan untuk membantu serta berpartisipasi dalam perang. Tidak jarang pula propaganda melibatkan kegiatan lain seperti sepak bola, seperti diberitakan pada Soeara Asia 25 September 1943 sebagai berikut:
            Atas oesaha kesebelasan sepakraga dari pegawal Harima Butai Soerabaja baroe-baroe inil telah diadakan pertandingan sepakraga. Pendapatan loemajan djoega. Oeang ini akan di persembahkan kepada P.T Soerabaja Syutyokan sebagai soembangan oentoek perang sotji peristiwa ini membuktikan djoega adanja kehendak mereka membantoe perang soetji sekarang ini. karena mereka telah lnsjaf bahwa kemoeliaan Noesa dan Bangsa bergantoeng kepada kemenangan terachir Dai Nippon dalam peperangan di Asia Timoer Raya”(Soeara Asia, 25 September 1943).
           
            Petikan berita diatas menunjukkan bahwa uang hasil penjualan tiket masuk menonton pertandingan sepak bola juga digunakan untuk keperluan perang. Penonton yang masuk dengan membayar tiket dianggap sudah insyaf karena bersedia menyumbang untuk keperluan perang demi kemuliaan nusa dan bangsa serta kemakmuran Asia Timur Raya. Tiket pertandingan sepak bola di Surabaya di jual pada kisaran harga 40 cent untuk kategori tribun, 30 cent untuk tempat duduk serta 20 cent untuk penonton berdiri (Pewarta Perniagaan, 2 Juli 1942). Pemasukan dari hasil pertandingan tersebut sebagian akan digunakan untuk keperluan pemerintah pendudukan Jepang, baik untuk perang atau biayaya oprasional lainya.
           
            Selain dengan media sepak bola, sarana hiburan lain yang digunakan untuk propaganda yaitu melalui film yang diputar di bioskop. Di Bandung pada hari jum’at 12 Juni 1942 diadakan pemutaran film propaganda di bioskop FUJI dan Ginza. Di bioskop FUJI akan diputar film yang berjudul Gives Us Wings, sedangkan di bioskop GINZA diputar film dengan judul 13 Stuhle (Tjahaya, 11 Juni 1942). Tidak ada keterangan lebih lanjut tentang cerita film yang akan diputar, layaknya film propaganda bisa dipastikan film tersebut akan sangat kental dengan nuasana semangat serta heroism dan tentunya kepentingan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.
            Pemerintah pendudukan Jepang juga gencar melakukan propaganda dengan memanfaatkan sarana hiburan Sandiwara. Sandiwara dipilih karena dianggap dapat menggelorakan persaan orang banyak. Tema-tema yang diangkat dalam sandiwara antara lain tentang gagasan kemakmuran bersama di Asia Timur Raya, pengerahan romusa, hiburan untuk prajurit-prajurit Jepang, pembelaan tanah air, peningkatan hasil produksi pertanian dan pengorbanan untuk menyumbang pendapatan untuk organisasi militer Jepang (Huntari 2009: 43). Cerita serta tampilan sandiwara dibuat semenarik mungkin agar penduduk dapat menikmati serta menangkap maksud dari Sandiwara tersebut.
            Sandiwara digunakan sebagai salah satu sarana utama pemerintah pendudukan Jepang untuk melakukan propaganda karena bisa dinikmati semua kalangan. Berbeda dengan bioskop yang memang lebih menarik tapi tidak bisa diakses oleh semua kalangan, bioskop hanya bisa diakses oleh kalangan tertentu saja. Untuk mendukung kebijakan tersebut maka dibangunlah sekolah Tonil pada bulan Juni 1942 di Jakarta. Sekolah ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas seni sandiwara berdasarkan semangat ketimuran. Sekolah Tonil mendidik para calon penulis naskah, aktor atau pemain sandiwara, serta para staf lainya. Tampil sebagai pengajar pada adalah tiga ahli seni dari Jepang yaitu R Takeda, Jasoeda, dan Takoema serta mantan sutradara film masa Hindia Belanda yaitu R Afiffien (Huntari, 2009: 44).
            Salah satu perkumpulan sandiwara yang terkenal adalah Perserikatan Oesaha Sandiwara Djawa (POSD) yang dipimpin oleh Hinatu Eitaroo. Beberapa lakon sandiwara yang pernah dimainkan antara lain adalah “Fadjar telah menjingsing”, “Samoedra Hindia”, “Moesim Boenga di Asia”, “Boenga Rampai Djawa Baroe” dan banyak yang lainya. Lakon Moesim Boenga di Asia dikarang untuk memperingati hari pecahnya perang Asia Timur Raya (Koosai). Alur ceritanya tentang persamaan kebudayaan antara Jepang dengan negeri-negeri di Asia lainya seperti Indonesia, Birma dan Tiongkok serta mengisahkan heroisme Jepang melawan penjajah bangsa Barat dari Asia (Hitanu, 1945; Huntari, 2009: 89-90). Dengan menunjukan kesamaan budaya, Jepang bertujuan untuk memperkuat opini bahwa mereka adalah saudara tua bangsa Asia. Sementara itu, kisah heroisme digunakan untuk melegitimasi bahwa Jepang adalah pemim[in Asia untuk melawan bangsa Barat yang menjajah di Asia.


Gambar 1. Iklan Sandiwara Perserikatan Oesaha Sandiwara Djawa
dengan lakon Cerita Moesim Bunga di Asia
(Asia Raya, 4 Desember 1944)
            Pemerintah pendudukan Jepang juga memanfaatkan poster, pamflet dan gambar dalam melakukan propaganda. Penggunaan media bergambar digunakan menginggat sebagian besar penduduk masih buta huruf, sehingga media gambar dengan sedikit saja pesan tulisan lebih bisa dipahami penduduk daripada melalui artikel di surat kabar. Gambar dibuat sesederhana mungkin tetapi pesan yang terkandung didalamnya termuat dan dapat dipahami oleh penduduk yang melihatnya.


diakses tanggal 17 Oktober 2012)

            Gambar diatas adalah salah satu sarana propaganda Jepang lewat poster. Pada gambar nampak seorang pemuda Bumiputra yang nampak gagah dan berani menggunakan seragam PETA serta menbawa senjata. Pesan yang hendak digambarkan adalah seorang pemuda sedang berjuang dalam perang dan mengajak pemuda-pemuda lain yang ingin berjuang agar bergabung dalam PETA. Kata “IKOETLAH!” yang ditulis menggunakan huruf berukuran besar menujukan penekanan dan inti pesan yang akan disampaikan yaitu ikutlah dalam PETA tersebut.
            Pemerintah pendudukan Jepang juga memanfaatkan karisma serta daya pikat tokoh lokal dalam memobilisasi masa. Seorang tokoh tentu punya pengikut yang loyal dan setia mengikuti perintah tokoh panutanya, hal inilah yang coba dimanfaatkan oleh Jepang. Tokoh-tokoh yang berkolaborasi dengan Jepang antara lain Soekarno, Hatta, Ki Hadjar Dewantoro serta K.H Mas Mansoer yang terkenal dengan istilah “Empat Serangkai”. Pada tanggal 9 Maret 1943 pemerintah pendudukan Jepang mendirikan POETRA (Pusat Tenaga Rakyat) yang digawangi oleh Empat Serangkai. Dalam memoarnya Hatta (2010: 49) mengakatan bahwa titik berat tugas putra adalah untuk mempropagandakan masalah meruntuhkan sekutu serta menambah hasil bumi. Selain itu, guna memobilisir golongan Islam pada oktober 1943 dibentuklah Majelis Syuro Muslimin (Masyumi) yang dimpin oleh K.H Hasyim Ashari, sedangkan yang menjalankan kegiatan sehari-hari adalah K.H Wachid Hasyim.
            Jepang menggunakan berbagai macam strategi untuk mengikat para tokoh lokal dalam organisasi yang dibuatnya. Salah satunya adalah dengan memeberikan sedikit kebebasan, misalnya boleh menggunakan bahasa Indonesia. Meskipun dalam pengawasan dan kendali Jepang kegiatan beserikat dan berorganisasi diperbolehkan. Hatta (2010: 52) mengungkapkan bahwa pemerintah pendudukan Jepang mengakatakan bahwa mereka tidak bertujuan menjajah bangsa Asia, melainkan akan memerdekakannya. Pemerintah Jepang menduduki Indonesia adalah untuk mengusir imperialis Belanda.
            Demikianlah beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah Jepang untuk memobilisasi masa dan menggiring opini penduduk Indonesia. Pemerintah pendudukan jepang sukses membuat jebakan yang menghibur bagi penduduk Indonesia. Mereka tidak merasa jika sebenarnya semua yang dikerjakan hanya untuk kepentingan Jepang dalam perang Asia Timur Raya.

Daftar Rujukan
Surat Kabar
Asia Raya, 4 Desember 1944
Tjahaya, 11 Juni 1942
Tjahaja, 8 Juni 1943
Soeara Asia, 25 September 1943
Pewarta Perniagaan, 2 Juli 1942
Buku dan Internet
Apid & Isnaeni, H.F. 2008. Romusa : Sejarah yang Terlupakan. Jogjakarta : Ombak.
Astuti, M.S.P. 2008. Apakah Mereka Mata-Mata? Orang-Orang Jepang
di Indonesia 1868-1942. Jogjakarta : Ombak.
Hatta, M. 2010. Untuk Negriku : Sebuah Otobiografi. Jakarta: Kompas
Hera, F.X.D.B.B. 2011. Menjual Tubuh di Negeri Jajahan : Prostitusi Jepang di Hindia Belanda 1885-1912. Jakarta : Jurnal AGSI Edisi 4/juli-september 2011.
Herdiansyah. 2012. poster propaganda Belanda dan Jepang masa penjajahan. (online, http://newprasastyfm.blogspot.com/2011/02/poster-propaganda-belanda-dan-jepang.html,
diakses tanggal 17 Oktober 2012.)

Huntari, F. 2009. Sandiwara dan Perang : Politisasi Terhadap Aktivitas Sandiwara Modern
Masa Jepang. Jogjakarta : Ombak.
Nurrokhmansyah, H. 2007. Media Propaganda Jepang : Surat Kabar Soeara Asia 1942-1945 dalam Basundoro, P Dkk, 2007 Tempoe Doeloe Selaloe Aktoeal. Jogjakarta : Ar-rruzz Media.
Onghokham. 1989. Runtuhnya Hindia Belanda. Jakarta : Gramedia.
Soenarjo & Soenarjo. 1982. Mengenal Propaganda. Jogjakarta : Liberty.




[1]  Aktif di FSKI (Forum Studi Kebangsaan Indonesia)
[2]Terkadang juga disebut dengan istilah Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik

0 comments:

Post a Comment

◄ New Post Old Post ►
 

Copyright 2012 Forum TJK Indonesia Template by Bamz | Publish on Bamz Templates