Saturday, January 15, 2011

Mengecam Penembakan Mahasiswa dan Civitas Akademika Unasman oleh Aparat Kepolisian

Penolakan yang dilakukan mahasiswa terhadap rencana penggusuran kampus Unirversitas Al-asyariah (Unasman) akibat adanya sengketa terhadap tanah yang ditempati, namun keterlibatan polisi untuk melarang demontrasi hingga melakukan pembubaran secara paksa di dalam kampus.

Mereka tetap melakukan demontrasi untuk mempertahankan kampusnya dari penggusuran, kalau tergusur lantas dimana mereka akan menjalani kuliah. Untuk itu tetap bersihkeras untuk tetap demontrasi dikampus yang mengakibatkan bentrok dengan polisi.

Bentrok dengan polisi dihadapkan dengan senjata yang mengakibatkan 13 mahasiswa tertembak, 35 luka-luka, diantaranya, Ilham (kaki kiri tertembak), Muh Rusdi (betis tertembak), Ibrahim (kepala tertembak), Mursalim (terinjak), Andi Sumadi (Luka di kepala), Guntur (memar di tangan dan lengan), Amirullah (patah di lengan), Edi Fikom (patah), Mardana (jari kiri patah), Muh Rafi Fachri (luka lengan), Irfan (luka di tangan), Muh Nawawi (luka di lengan), Andi Aris (Luka di betis), Alif darmadi (luka di betis), Firdaus Tambelu (patah lengan), Ramadhan (patah lengan) dan dua dosen, Sofyan dan Masuddin harus dilarikan ke rumah Sakit Wahidin Sudiro Husodo, Makassar akibat dada dan lehernya terkena peluru.

Selain itu, polisi menembakkan peluru tajam padahal peluru tajam dipergunakan jika kondisinya mengancam keselamatan dan hendak melindungi kemanaan yang lebih luas lagi, dalam keadaan perang. Ini menunjukkan betapa bobroknya instansi kepolisian dengan selalu menggunakan kekerasan ketika menangani perlawanan dari rakyat.

Mereka menghadang polisi yang mau masuk kampus untuk meredam demontrasi yang dilakukan mahasiswa bersama masyarakat setempat karena polisi tidak punya wewenang untuk ikut campur lebih dalam dengan urusan kampus, sehingga untuk mengatasi persoalan yang terjadi dilingkungan kampus harus diselesaikan dengan pihak akademika kampus saja.

Namun, kapolda malah mendukung langkah yang dilakukan bawahannya dengan membiarkan mengambil keputusan tanpa koordinasi dengan atasan. Selain itu, mereka akan mengirim lebih banyak lagi personel Brimob Polda Sulsel dengan alas an ketidakmampuan untuk mengaamankan kejadian tersebut. Jadi ini semakin jelas bahwa pihak kepolisian lebih mengutamakan jalan kekerasan dibanding diplomatik dan lebih mengutamakan profesional bekerja menangani perlawanan mahasiswa yang berunjuk rasa.

Disamping itu, demontrasi merupakan instrumen dari demokrasi, dimana setiap organisasi maupun individu bebas untuk mengkritik, tapi jangan diperhadapkan dengan prilaku yang bertentangan dengan demokrasi.
Untuk itu kami menuntut :

1. Copot Kapolda Sulsel Irjen Polisi Johny Wainal Usman dan Kapolres Mamuju, AKBP Darwis Rincing, yang bertanggungjawab terhadap perbuatan anggotanya yang terlibat memukuli mahasiswa.

2. Mendesak kepada Mabes Kapolri untuk segera mengontrol seluruh bawahan dalam bertindak dan membangun demokrasi dalam melaksanakan tugas.

3. Mengutuk keras prilaku Kekerasan yang dilakukan polisi dan harus diproses secara hukum karena malanggar UUD 1945.

4. Mengutuk keras campurtangan kepolisian dalam persoalan yang terjadi dikampus yang berhubungan fungsi dan wewenangnya.


Jakarta, 16 Januari 2011

Bangun Dewan Mahasiswa, Rebut Demokrasi Sejati
Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi
(EN-LMND



Lamen Hendra S
Ketua Umum

Agus Priyanto
Sekertaris Jendral

0 comments:

Post a Comment

◄ New Post Old Post ►