Monday, May 3, 2010

Statemen Politik Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Menyambut Hari Pendidikan Nasional

"Kami menaruh harapan besar dengan putusan MK tersebut tidak akan ada lagi anak putus sekolah dan jalan menuju terwujudnya kemandirian serta kedaulatan nasional menjadi terang di masa depan," Ketua Umum Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND), Lalu Hilman Afriadi di Rakyat Merdeka Online, Kamis (1/4).Pada 31 maret 2010 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan UU nomor 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Untuk itu, Keluarga Besar Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi mengucapkan terima kasih kepada para Tokoh, Organisasi Mahasiswa dan Rakyat serta Penyelenggara Pendidikan, khususnya Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI).
Namun, pada hari Pendidikan Nasional hari ini, yang juga merupakan hari kelahiran tokoh pendidikan nasional kita, Ki Hajar Dewantra, buah kecil hasil perjuangan ini masih terhambat oleh pemerintahan SBY-Budiono. Presiden SBY, melalui Mendiknas Muhammad Nuh, masih enggan untuk melaksanakan putusan MK tersebut. Sebagai ganti UU BHP yang telah dibatalkan, pemerintah kembali menggagas Perppu UU BHP. Bagi kami, ini merupakan langkah politik SBY untuk melestarikan neoliberalisme di sektor pendidikan, serta menjadi penghambat terwujudnya cita-cita nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Padahal, sebelum UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) ditetapkan, wajah pendidikan di Indonesia sudah cukup memprihatinkan.Menurut data Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007/2008, setiap tahunnya sekitar 1,5 juta remaja Indonesia putus sekolah atau tidak dapat melanjutkan sekolah. Itu artinya, setiap satu menit ada empat remaja (13-18 tahun) yang mengalami putus sekolah. Sebelumnya, Menurut data resmi yang dihimpun dari 33 Kantor Komnas Perlindungan Anak (PA) di 33 provinsi, jumlah anak putus sekolah pada tahun 2007 sudah mencapai 11,7 juta jiwa.
Disisi lain, sejak dikeluarkannya PP No. 60 dan 61 51, 51, 51);">Tahun 1999 tentang BHMN, gelombang swastanisasi mulai merambah kampus. Pada tahun 1999 di perkirakan kenaikan biaya kuliah dari 300 hingga 400%. Di Universitas Indonesia uang pangkal-Admission Fee (untuk peserta seleksi SPMB) sebesar Rp. 5 Juta hingga Rp 25 juta, sedangkan untuk program Prestasi Minat Mandiri (PPMM) Rp. 25 Juta-Rp75 Juta. Institut Tekhnology Bandung (ITB), Biaya Sumbangan dana Pengembangan Akademik -bisa mencapai 45 Juta. Itu belum termasuk biaya SPP dan kebutuhan lainnya. Universitas Gajah Mada (UGM) memberlakukan Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) yang besarnya bisa mencapai Rp. 20 Juta untuk jalur SPMB dan Non-SPMB. Dengan biaya pendidikan yang sebesar itu mustahil bisa diakses oleh mayoritas rakyat Indonesia yang oleh Bank Dunia dikatakan 49,5%-nya berpendapatan dibawah 2 USD perhari. Itu berarti ada 110 juta rakyat Indonesia yang hanya berpendapatan sekitar 500 ribu -600 ribu per-bulan. Sanggupkah mereka mengakses bangku Universitas?
Neoliberalisme di bidang pendidikan tidak terlepas dari persoalan umum bangsa kita; problem penjajahan baru yang memakai jubah neoliberalisme. Dampak neoliberal kian terasa pada fenomena kehancuran industri atau de-industrialisasi di dalam negeri. Ini berkontribusi pada lonjakan PHK dan memperpanjang barisan kaum penganggur. Dari data yang ada, jumlah lulusan sarjana yang menganggur telah melonjak drastis, dari 183.629 orang pada tahun 2006 menjadi 409.890 orang pada tahun 2007. Jika ditambah dengan pemegang gelar diploma I, II, dan III yang menganggur, berdasarkan pendataan tahun 2007, maka angkanya mencapai 740.000 orang.
Sebuah bangsa yang ingin survive dan berkembang terus, kata Bung Karno, kalau mereka memiliki human skill dan kemajuan teknik. Untuk itu, menurut Bung Karno, pendidikan harus ditempatkan sebagai kewajiban utama dan pertama-kali dalam pembangunan nasional. Jika mengacu pada fikiran Bung Karno, maka pendidikan harus diakses oleh seluruh rakyat dengan mudah. Sayang sekali, bahwa ide besar Bung Karno itu telah dikandaskan oleh kebijakan pemerintahan saat ini, yang telah melemparkan pendidikan pada mekanisme pasar.
Karena itu, kita tak dapat lagi menghindar dari persoalan-persoalan yang mengancam masa depan bangsa, seperti kemiskinan, pengangguran, dsb, tetapi harus mengambil peran paling maksimal dalam perjuangan untuk merebut kembali kedaulatan nasional (kedaulatan atas sumber daya, kedaulatan politik, dan kedaulatan budaya).
Untuk itu, dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional 2010 ini, kami menyatakan sebagai berikut :
1. Menolak Rencana Pemerintah untuk Membuat Peraturan baru (PP, UU dll) sebagai pengganti UU BHP; dan pembatalan seluruh produk hukum yang berbau neoliberalisme di bidang pendidikan.
2. Menuntut peran negara untuk terlibat aktif dalam membangun dan menyelenggarakan sistim pendidikan nasional.
3. Menuntut pemerintah untuk menaikkan anggaran untuk pendidikan dan proses-proses penelitian ilmiah.
4. Menuntut pemerintah untuk mengambil-alih kontrol terhadap sumber daya alam dan perusahaan vital untuk ditransfer pada program pendidikan gratis untuk rakyat.

Bangun Dewan Mahasiswa, Rebut Demokrasi Sejati
Eksekutif Nasional- Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN LMND)

Ketua Umum
Lalu Hilman Afriandi


Agus Priyanto
Pjs. Sekjend

0 comments:

Post a Comment

◄ New Post Old Post ►